Pendidikan Gratis Bukan Solusi Jika Kesenjangan Tidak Hilang

Selasa, 1 Juli 2025
Dosen Fisip Unmul, Sri Murlianti

BAIT.ID – Ingar-bingar program pendidikan gratis yang digulirkan Pemprov Kaltim dinilai belum menyentuh persoalan utama pendidikan di Bumi Etam. Tema Gratispol sebagai program utama masih jauh dari upaya menghapus kesenjangan pendidikan, terutama di wilayah pelosok.

Pendapat tersebut disampaikan Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Mulawarman, Sri Murlianti. Menurutnya, tugas utama Pemprov Kaltim seharusnya fokus pada penghapusan kesenjangan pendidikan, baik dari segi ekonomi maupun ketersediaan sarana dan prasarana. “Pemprov Kaltim harus fokus dulu pada penghapusan kesenjangan ini,” ujar pengajar Program Studi Sosiatri tersebut.

Sri menyoroti masih banyak anak dari keluarga kurang mampu yang akhirnya kehilangan akses pendidikan. Menurutnya, murid yang dianggap kurang berprestasi pun belum tentu disebabkan oleh faktor kemampuan intelektual, tetapi bisa jadi karena kondisi ketimpangan yang membuat mereka tertinggal dari siswa lainnya. “Ini yang seharusnya menjadi perhatian Pemprov Kaltim,” ungkap Sri.

Baca juga  Potensi Ekowisata Terbuka Lebar di Kaltim, Desa Sangkuliman Jadi Contoh Awal

Kemudian potret lain soal ketidakmerataan pendidikan di Kaltim juga ia sampaikan. Sebagai contoh, di Desa Enggelam, Kecamatan Muara Wis, Kutai Kartanegara, fasilitas SD hanya tersedia di pusat desa, sedangkan warganya tersebar di puluhan dusun dan dukuh. Akibatnya, orang tua harus menyiapkan tempat indekos untuk anak-anak mereka yang masih duduk di bangku SD. “Jadi selain memikirkan biaya sekolah, orang tua juga harus membayar kos untuk anaknya yang masih SD. Bayangkan,” ujarnya.

Ketimpangan makin terasa di tingkat SMP. Rata-rata sekolah hanya tersedia di pusat kecamatan sehingga orang tua kembali dibebani biaya hidup tambahan.“Inilah salah satu persoalan nyata di Kaltim yang belum tersentuh pemerintah,” jelasnya.

Baca juga  Longsor Kilometer 28 Putus Akses Samarinda-Balikpapan, DPRD Kaltim Dorong Perbaikan Cepat

Temuan ini didapatkan Sri melalui penelitian yang dilakukannya di Kutai Kartanegara dan Kutai Barat pada 2024 lalu. Di sisi lain, tingginya angka lulusan SMA Kaltim yang diterima di perguruan tinggi ternama menurutnya hanya mewakili segelintir masyarakat yang lolos dari persoalan di atas. Faktanya, sekitar 80 persen warga Kaltim bahkan tidak menuntaskan pendidikan hingga tingkat SMA. “Permasalahan akses pendidikan yang belum merata masih menjadi problem mendasar kita. Maka, menuju Kaltim Emas tidak semudah yang digaungkan,” tegasnya.

Ia juga menilai program Gratispol terkesan elitis karena tidak menyentuh akar persoalan secara menyeluruh. Ketimpangan pendidikan, jika tidak segera diatasi, hanya akan melanggengkan disparitas. “Kalau terus begini, orang-orang hasil program ini bukan tidak mungkin membuat kebijakan yang timpang juga. Kalau begitu, di mana generasi emasnya?” beber Sri.

Baca juga  Bahlil Buka Musda Golkar Kaltim: Konsolidasi Jadi Kunci Hadapi Tantangan Politik

Menurut Sri, Gratispol tidak perlu dipromosikan secara berlebihan karena pada praktiknya program ini tidak jauh berbeda dengan beasiswa sebelumnya. Program ini hanya menjangkau mahasiswa yang memang mampu kuliah, sementara biaya hidup yang nilainya lima kali lipat dari Uang Kuliah Tunggal (UKT) sering luput dari perhatian. “Kalau biaya hidup mahasiswa tidak ditanggung, apa bedanya dengan beasiswa lama? UKT juga pada dasarnya masih terjangkau masyarakat menengah ke bawah,” katanya.

Sri berharap ke depan program ini benar-benar bisa membuat orang tua tidak lagi dibebani biaya sekolah maupun urusan administrasi dan birokrasi yang rumit. Sayangnya, hal itu belum terwujud sepenuhnya di program ini. “Kalau begini sama saja seperti program beasiswa sebelumnya,” pungkasnya. (csv)

Bagikan