Program Gratispol Kaltim Dikritik, Dinilai Hanya Ulang Pola Lama

Rabu, 2 Juli 2025
Koordinator Pokja30, Buyung Marajo

BAIT.ID – Kritik terhadap program Gratispol milik Pemprov Kaltim terus bermunculan. Kali ini, sorotan datang dari Pokja 30 yang menilai pola pembiayaan pendidikan ini tak jauh berbeda dari program sebelumnya.

Koordinator Pokja 30, Buyung Marajo, mengatakan program serupa seperti Beasiswa Kaltim Cemerlang dan Kaltim Tuntas dulu pun penuh masalah. Ironisnya, program-program itu tak pernah dievaluasi secara menyeluruh. Ia menilai Gratispol juga belum menunjukkan adanya perencanaan matang dan sistem evaluasi yang ketat. “Padahal program seperti ini menggunakan anggaran publik dan ditujukan untuk masyarakat banyak,” ujarnya.

Baca juga  Stok Beras Kaltim Melimpah, Siap Hadapi Krisis dan Bencana

Buyung pesimistis Gratispol mampu mendongkrak kualitas pendidikan jika mekanisme pertanggungjawabannya masih kabur. Berkaca pada pengalaman sebelumnya, pola bantuan pendidikan justru kerap tak tepat sasaran. “Akhirnya hanya mengulang pola lama tanpa ada perbaikan berarti,” tegasnya.

Ia juga menyoroti pembiayaan pendidikan yang kerap hanya dinikmati segelintir orang. Dalam perjalanannya, program semacam ini sering terkesan elitis. Kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan justru terpinggirkan. “Jangan sampai program ini justru dinikmati mereka yang sudah punya akses dan kemampuan, seperti anak pejabat,” ujarnya.

Baca juga  Pemprov Kaltim Turun Tangan Atasi Polemik Tarif Ojek Online

Jika dibiarkan, hal ini bukan hanya mencederai rasa keadilan publik, tetapi juga bisa menimbulkan ketimpangan baru. Buyung menekankan, kajian akademik dan pemantauan independen harus menjadi bagian penting dari pelaksanaan Gratispol. “Kesalahan teknis dan struktural di masa lalu jangan diulang lagi,” tambahnya.

Selain itu, Buyung juga menyoroti potensi persoalan hukum dalam pelaksanaan Gratispol. Ia melihat ada indikasi inkonsistensi antara Perda yang mengatur Gratispol dengan aturan perundang-undangan di atasnya, terutama soal partisipasi publik dan batas usia penerima manfaat.

Baca juga  Ekowisata, Peluang Alternatif Transisi Energi di Kaltim

Sebagai contoh, UU Sistem Pendidikan Nasional menekankan pentingnya perencanaan dan evaluasi dengan melibatkan publik. Jika Gratispol tak membuka ruang partisipasi, maka ada potensi pelanggaran hierarki aturan.

Dalam situasi ini, Buyung meminta Pemprov Kaltim segera membuka ruang dialog publik, merevisi regulasi yang tumpang tindih, serta memastikan asas keadilan dan transparansi benar-benar ditegakkan. “Semuanya harus jelas, adil, dan terbuka,” pungkasnya. (csv)

Bagikan