LBH Unmul Ambil Tiga Langkah Penting Kawal Kasus Tambang Ilegal di KHDTK

Kamis, 31 Juli 2025
Ilustrasi kondisi tambang di wilayah hutan Kaltim

BAIT.ID – Penanganan kasus tambang ilegal yang menyerobot Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) milik Universitas Mulawarman (Unmul) terus berlanjut. Meski dalang utamanya belum terungkap, Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Unmul (LKBH FH) menegaskan bahwa proses hukum telah mencapai fase yang signifikan.

Ketua LKBH FH Unmul, Nur Arifudin, menyampaikan bahwa pihaknya kini fokus pada tiga strategi utama untuk mendorong percepatan penanganan perkara tersebut. Pertama, melakukan perluasan penyelidikan guna mengungkap pihak-pihak lain yang terlibat. Kedua, melengkapi seluruh dokumen dan berkas perkara yang dibutuhkan. Ketiga, menyiapkan pelimpahan kasus ke Kejaksaan Tinggi Kaltim. “Tiga langkah ini menjadi titik krusial untuk memastikan proses hukum tidak berhenti di tengah jalan. Kami akan kawal sampai tuntas,” ujar Nur Arifudin.

Baca juga  Tiga Kuliner Khas Samarinda Diusulkan Jadi Warisan Budaya Tak Benda

Langkah hukum ini juga telah disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat gabungan komisi DPRD Kaltim pada 10 Juli 2025 lalu. Nur menegaskan bahwa jalur pidana tetap menjadi opsi utama. Namun, pihaknya juga membuka peluang untuk menempuh gugatan perdata bila aspek keadilan belum terpenuhi. “LKBH FH Unmul konsisten mengawal kasus ini sebagai bentuk tanggung jawab akademik dan sosial dalam menjaga kawasan hutan yang menjadi laboratorium alam Fakultas Kehutanan,” tegasnya.

Dalam pertemuan daring bersama Tim Advokasi KHDTK Unmul pada 30 Juli 2025, Nur membeberkan bahwa status perkara telah resmi naik ke tahap penyidikan di Polda Kaltim sejak 3 Juni lalu. Hingga saat ini, sebanyak 12 saksi fakta dan empat saksi ahli dari sektor kehutanan, energi, serta hukum pidana telah dimintai keterangan.

Baca juga  DPRD Kaltim Dorong Kolaborasi Polda dan Gakkum Tuntaskan Kasus Tambang di Lahan KHDTK Unmul

Salah satu pelaku berinisial R sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak 4 Juli 2025, dan ditahan di Rutan Polda Kaltim. Ia diduga kuat melakukan aktivitas pertambangan tanpa izin di area seluas 3,48 hektare dalam kawasan KHDTK.

Dari hasil pemeriksaan, R sempat berupaya menjalin kerja sama dengan F dari KSU P, namun gagal lantaran tak mampu membayar uang muka sebesar Rp1,5 miliar. Ekskavator merek Hitachi yang digunakan dalam aktivitas ilegal tersebut turut disita sebagai barang bukti.

Informasi tambahan dari Balai Gakkum LHK Wilayah Kalimantan mengungkap bahwa dua individu yang sempat berada di lokasi tambang adalah karyawan PT TAA. Sementara, alat berat yang digunakan diketahui dibeli dari PT AAA.

Baca juga  Tak Mau Ada Lagi Korban, Pemerintah Susun Aturan Tegas untuk Truk Tambang

Pada 19 Juli 2025, dua pelaku lainnya juga berhasil diamankan. D (42), selaku Direktur PT TAA, dan E (38), yang bertanggung jawab atas alat berat, kini ditahan di Rutan Polresta Samarinda. Keduanya sempat dua kali mangkir dari panggilan penyidik sebelum akhirnya ditangkap oleh tim gabungan.

Fakultas Kehutanan Unmul sendiri telah melakukan valuasi ekonomi terhadap kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Nilai kerugian tersebut kini tengah diverifikasi oleh tim hukum LKBH FH Unmul sebagai bagian dari pembuktian dalam proses hukum lanjutan. (csv)

Bagikan