BAIT.ID – Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) Pemprov Kaltim tahun anggaran 2024 tercatat mencapai angka fantastis: Rp 2,5 triliun. Dana ini rencananya akan dimasukkan ke dalam APBD Perubahan 2025. Namun menurut Kelompok Kerja 30 (Pokja30), langkah ini justru berpotensi menambah beban baru bagi anggaran tahun berikutnya.
Koordinator Pokja30, Buyung Marajo, menjelaskan bahwa besarnya SILPA menunjukkan kegagalan dalam proyeksi perencanaan anggaran, terutama karena kelebihan salur dari pemerintah pusat. Ketidaksinkronan antara pemerintah daerah dan pusat membuat dana besar tersebut tidak terserap secara maksimal.
“Tambahan Rp 2,5 triliun di APBD Perubahan dengan waktu yang sempit hanya akan memaksa pemerintah mengulang proses perencanaan secara tergesa. Risikonya, dana kembali tidak terserap secara optimal,” ungkap Buyung.
Pokja30 pun mewanti-wanti bahwa situasi ini kerap berujung pada pengeluaran anggaran yang tidak berdampak signifikan bagi publik. Kegiatan seperti studi banding, rapat di luar daerah, bimbingan teknis, dan acara di hotel berpotensi dimunculkan hanya untuk menyerap anggaran. “Itu bentuk kerja yang koruptif,” tegas Buyung.
Ia menambahkan, pola penghabisan anggaran seperti itu seharusnya menjadi perhatian lembaga-lembaga pengawasan keuangan seperti BPKP maupun Inspektorat Daerah. Pokja30 mendesak agar pengawasan difokuskan pada efektivitas belanja, terutama apakah benar-benar berdampak pada kepentingan masyarakat.
“Pertanyaannya, apakah anggaran yang digelontorkan memang untuk publik atau hanya proyek akal-akalan belaka?” ujarnya.
Buyung juga menyarankan agar tambahan anggaran dari SILPA dialokasikan ke sektor-sektor prioritas seperti pendidikan dan kesehatan, yang lebih menyentuh kebutuhan masyarakat. Ia mengingatkan agar anggaran tidak dihabiskan untuk kegiatan yang tidak jelas tujuannya.
“Itu yang harus dipastikan. Jangan sampai dana publik malah dihamburkan untuk pekerjaan semu,” tandasnya. (csv)