Konflik Warga Argosari dan Tambang Batu Bara Kembali Mencuat, Komisi III DPRD Kaltim Turun Tangan

Rabu, 6 Agustus 2025
Komisi III DPRD Kaltim memediasi perusahaan tambang dan warga Samboja Barat, Kutai Kartanegara.

BAIT.ID – Sengketa antara aktivitas tambang batu bara dan masyarakat kembali mencuat di Kaltim. Kali ini, giliran warga Desa Argosari, Kecamatan Samboja Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, yang mengeluhkan dampak serius dari tambang milik PT Singlurus Pratama. Sejumlah rumah warga dilaporkan mengalami kerusakan akibat aktivitas tambang yang lambat direklamasi.

Masalah ini mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi III DPRD Kaltim pada Selasa, 5 Agustus 2025. Wakil Ketua Komisi III, Akhmed Reza Fachlevi, yang memimpin rapat tersebut, menyatakan bahwa pihaknya menerima laporan langsung dari warga terkait pergeseran tanah yang menyebabkan rumah-rumah mereka retak.

Baca juga  Seleksi Direksi BUMD Harus Hasilkan Figur Kompeten dan Visioner

“Dampak ini terjadi karena lubang bekas tambang yang tidak segera direklamasi. Tanah di sekitarnya menjadi tidak stabil dan terus bergerak, hingga berdampak pada bangunan milik warga,” jelas Reza.

Namun demikian, sebelum mengambil langkah lanjutan, Komisi III bersama Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim akan meninjau langsung lokasi yang terdampak. Hal ini dilakukan karena dalam rapat muncul perbedaan keterangan antara warga dan pihak perusahaan. “Kami ingin memastikan kondisi di lapangan, sekaligus akan melibatkan inspektur tambang agar penanganan masalah ini bisa objektif dan menyeluruh,” tegas Reza.

Salah satu perwakilan warga, Arif Effendi, mengungkapkan bahwa lokasi tambang sangat berdekatan dengan permukiman. Walaupun kegiatan penambangan telah berhenti sejak 2023, dampaknya baru dirasakan setahun terakhir. “Sekarang mulai terlihat, ada rumah warga yang dindingnya retak-retak karena tanah terkikis dan bergeser. Bahkan di titik lain di sekitar desa, aktivitas tambang masih berlangsung dengan jarak yang sangat dekat dari rumah, hanya sekitar 15 sampai 50 meter,” beber Arif.

Baca juga  DPRD Kaltim Minta RSUD AW Sjahranie Evaluasi Sistem Kelistrikan Pasca Kebakaran

Ia menambahkan, jarak tersebut tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. “Setahu saya, jarak aman tambang dari permukiman minimal 500 meter,” tegasnya.

Arif memperkirakan setidaknya ada 10 rumah yang mengalami kerusakan. Ia juga menyinggung janji perusahaan yang berkomitmen memulai reklamasi pada awal 2024, namun hingga kini belum terealisasi.

Menanggapi hal tersebut, perwakilan PT Singlurus Pratama, Harpoyo, menyampaikan bahwa reklamasi sejatinya sudah berjalan, meski belum menyentuh area yang dekat dengan permukiman warga. “Secara prosedur, proses reklamasi sudah kami mulai, tapi memang dilakukan di titik lokasi yang berbeda. Butuh waktu untuk sampai ke area yang berbatasan langsung dengan rumah warga,” ujarnya.

Baca juga  Unmul Tegaskan Tujuan Baik Undang Wagub dan Kodam dalam PKKMB 2025

Ia juga memastikan bahwa perusahaan tidak menutup diri atas keluhan masyarakat. “Pembicaraan dengan warga terus berlangsung. Hasil rapat dengan DPRD ini juga akan kami tindak lanjuti demi mencari solusi terbaik,” pungkasnya. (csv)

Bagikan