BAIT.ID – Proyek pembangunan jalan poros Muara Badak menuju Bontang kembali menuai sorotan. Komisi III DPRD Kaltim menemukan sejumlah persoalan serius terkait kualitas pekerjaan, terutama pada segmen jalan dan turap di wilayah Muara Badak–Marangkayu.
Temuan itu mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar pada Selasa, 16 September 2025. Rapat dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Akhmed Reza Fachlevi, dengan menghadirkan empat kontraktor pelaksana proyek.
Menurut Reza, salah satu temuan mencolok adalah adanya laporan penggunaan air asin dalam pembangunan turap. “Ini jelas tidak dibenarkan. Kualitas dan mutu pekerjaan harus dikedepankan. Masukan dari masyarakat menjadi perhatian kami untuk ditindaklanjuti,” tegasnya.
Selain kualitas, Komisi III juga menyoroti lambannya progres pengerjaan yang dinilai masih jauh dari target. Legislator menegaskan akan mengawal proyek ini secara ketat dengan meminta laporan rutin perkembangan di lapangan. “Ada tiga segmen jalan yang sudah kami tinjau. Kontraktor menyatakan siap bertanggung jawab dan memperbaiki jika ada kesalahan. Kami juga menunggu tindak lanjut dari Dinas PUPR sebelum kembali turun meninjau,” lanjut Reza.
Tak hanya kontraktor, pengawasan dari Dinas PUPR-Pera Kaltim pun menjadi catatan. DPRD menilai pengawasan terkesan lemah sehingga berdampak pada mutu pekerjaan. “Evaluasi terhadap Dinas PUPR perlu dilakukan sebelum peninjauan berikutnya. Pengawasan yang ketat adalah kunci agar kualitas proyek tidak dikorbankan,” ujar Reza menambahkan.
Dari hasil tinjauan di lapangan, Komisi III menemukan beberapa ketidaksesuaian antara perencanaan dengan realisasi di proyek. Kondisi ini menegaskan pentingnya kontrol yang lebih serius dari pemerintah maupun kontraktor pelaksana.
Sementara itu, perwakilan PT Libra Putra Pratama, Gunawan Halim, yang menangani salah satu segmen proyek, menjelaskan bahwa pihaknya sempat terkendala cuaca sehingga distribusi material terhambat. “Sekarang semua material sudah ada di lokasi. Kami juga sudah menjalani uji baku mutu di Laboratorium Politeknik Samarinda, sesuai standar yang berlaku,” jelas Gunawan.
Ia menegaskan, keterlambatan progres yang ditangani pihaknya lebih disebabkan karena proses uji material yang harus dipenuhi sebelum pengerjaan fisik dimulai. “Kami mendahulukan uji baku mutu agar kualitas tetap terjamin. Setelah itu, pekerjaan fisik baru bisa dilanjutkan,” tutupnya. (csv)