BAIT.ID – Setelah serangkaian kritik dari fraksi-fraksi di DPRD Kaltim, giliran Pemprov Kaltim menyampaikan jawaban resmi. Tanggapan itu dibacakan Asisten II Sekretariat Provinsi Kaltim, Ujang Rachmad, dalam rapat paripurna bersama dewan.
Menanggapi sorotan Fraksi Golkar, PDI Perjuangan, hingga Demokrat dan PPP, pemerintah mengakui keterlambatan penyampaian rancangan APBD Perubahan. Kondisi ini membuat waktu pembahasan dewan menjadi terbatas.
“Keterlambatan terjadi karena pemerintah harus menyesuaikan nota keuangan dengan arahan efisiensi anggaran dari pusat,” jelas Ujang.Kritik Demokrat/PPP terkait risiko defisit juga ditanggapi. Pemprov, kata Ujang, memastikan struktur anggaran tetap terjaga. “Penyusunan anggaran tetap berpegang pada prinsip transparansi dan akuntabilitas,” ujarnya.
Soal moratorium bantuan keuangan (bankeu) di APBD Perubahan, DPRD kembali mendesak pencabutan. Namun Pemprov memilih berhati-hati. Menurut Ujang, setiap keputusan perlu menimbang kapasitas fiskal serta program strategis daerah yang sedang berjalan.
Sementara itu, Fraksi PKS menekankan pentingnya menjaga pendapatan daerah agar tidak turun. Pemprov merespons dengan menyiapkan sejumlah langkah, mulai dari menggali potensi baru, meningkatkan akurasi data lewat digitalisasi, memperkuat integrasi sistem perizinan, hingga mendorong kinerja BUMD agar laba dan dividen bisa lebih besar. “Dengan strategi ini, kami optimis pendapatan daerah bisa tumbuh berkelanjutan,” terang Ujang.
Catatan Fraksi Gerindra mengenai SiLPA yang berulang setiap tahun juga menjadi perhatian. Pemprov, kata Ujang, tengah memperbaiki mekanisme agar siklus penyusunan hingga pembahasan anggaran bisa lebih tepat waktu. Sorotan lain dari Gerindra terkait aset daerah dijawab dengan komitmen evaluasi. “Kami memantau kerja sama dengan pihak ketiga, bahkan siap menegosiasi ulang bila diperlukan,” tegasnya.
Isu terakhir yang menjadi perhatian semua fraksi ialah naiknya belanja pegawai. Pemprov menjelaskan lonjakan itu tak lepas dari pemenuhan formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), terutama tenaga pendidik dan kesehatan. “Formasi PPPK harus dipenuhi karena menyangkut pelayanan dasar masyarakat,” pungkas Ujang saat menutup tanggapan pemerintah. (csv)