Tiga Kuliner Khas Samarinda Diusulkan Jadi Warisan Budaya Tak Benda

Jumat, 4 Juli 2025
Disdikbud siap memfasilitasi pembuatan film dokumenter terkait kuliner Samarinda sebagai syarat jadi warisan budaya

BAIT.ID – Tiga kuliner khas Samarinda diusulkan masuk daftar Warisan Budaya Tak Benda (WBTb). Namun prosesnya masih memerlukan revisi dan perlu dilengkapi video dokumentasi. Tiga makanan tersebut adalah amparan tatak, amplang, dan bubur peca.

Ketiganya masuk kategori kemahiran tradisional. Tim penilai dari Kementerian Kebudayaan meminta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Samarinda melengkapi formulir usulan dan menyediakan video dokumenter yang memadai. “Kami sudah sepakat memenuhi syarat ini, termasuk pembuatan video dokumenter. Apalagi sudah lama Samarinda tidak mengajukan WBTb,” kata Kabid Kebudayaan Disdikbud Samarinda, Barlin Hady Kesuma, Jumat, 4 Juli 2025 pagi.

Baca juga  Ratusan Driver Terdampak Penutupan Kantor Maxim, Layanan Aplikasi Terganggu

Disdikbud Samarinda pun berkomitmen memfasilitasi pembuatan video dokumenter yang sesuai dengan catatan perbaikan dari kementerian. Naskah usulan pun disusun melibatkan penulis berpengalaman. “Kami mulai sejak tahun lalu dengan merekrut penulis seperti Pak Hamdani dan Muhammad Sarip. Alhamdulillah tahun ini usulan kami diproses Kemenbud,” ujarnya.

Selain kuliner, kapal tambangan juga diusulkan sebagai WBTb dengan kategori pengetahuan dan kebiasaan terkait alam semesta.

Ahli Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XIV Kaltim-Kaltara, Sisva Maryadi, menjelaskan masih ada beberapa catatan yang harus diperbaiki. Salah satunya rencana aksi pelestarian yang mengacu pada empat pilar, yaotu pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan.

Baca juga  Pemprov Kaltim Turun Tangan Atasi Polemik Tarif Ojek Online

“Misalnya untuk perlindungan bisa dengan workshop, seminar, atau kegiatan serupa. Untuk pengembangan, karya budaya harus disebarluaskan,” ujar Sisva.

Di sisi pemanfaatan, kuliner khas tersebut diharapkan dapat mendorong ekonomi masyarakat. Sementara pembinaan menekankan peran aktif lembaga kebudayaan. “Penambahan literatur atau data pendukung juga penting untuk memperkuat kajian,” imbuh Sisva.

Sementara itu, sejarawan Muhammad Sarip menegaskan WBTb bukan berarti hak eksklusif bagi Samarinda.

Baca juga  Pemprov Kaltim Siap Tindaklanjuti Aspirasi Hasil Reses DPRD

“Banyak yang salah paham. Misalnya amparan tatak atau amplang, ada kekhasan buatan maestro di Samarinda dibanding daerah lain. Tapi kalau sudah ditetapkan WBTb, ini bukan berarti orang luar dilarang membuatnya,” jelas penulis buku Histori Kutai itu.

Sarip menambahkan, usulan kuliner lain juga masih terbuka di tahun-tahun mendatang. Syaratnya, tetap harus didukung naskah akademik. “Intinya WBTb itu untuk pelestarian, bukan pembatasan,” pungkasnya. (csv)

Bagikan