Transparansi Semu di Sektor Tambang, ESDM Malah Gugat Balik Rakyat

Senin, 29 September 2025
Pokja30 bersama koalisi masyarakat sipil lainnya menilai transparansi publik di Indonesia masih tergolong rendah

BAIT.ID – Sektor pertambangan kembali jadi sorotan. Alih-alih membuka ruang transparansi sesuai amanat Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) justru memilih langkah sebaliknya dengan menggugat balik rakyat.

Momentum Hari Keterbukaan Informasi Publik Sedunia dimanfaatkan Pokja30 bersama Fraksi Rakyat Kutim (FRK) untuk menyingkap wajah transparansi yang mereka sebut “semu” di sektor ekstraktif. Hak publik atas informasi, yang sejatinya merupakan hak asasi manusia, justru masih dipandang sebelah mata.

Koordinator Pokja30, Buyung Marajo, menegaskan praktik keterbukaan informasi di sektor tambang masih jauh dari ideal. “Pada prinsipnya, semua informasi terbuka, kecuali yang secara ketat dikecualikan. Tapi setelah 17 tahun UU KIP berlaku, keterbukaan di sektor tambang masih jalan di tempat. Pemerintah lebih sering bersembunyi di balik dalih pengecualian,” ujarnya.

Baca juga  Diskusi Panel di Kaltim Sepakat: Pemotongan TKD Harus Dikaji Ulang

Kasus sengketa antara warga Kutai Timur dengan ESDM menjadi bukti nyata. Dua aktivis, Erwin Febrian Syuhada dan Junaidi Arifin, mengajukan permintaan dokumen milik PT Kaltim Prima Coal (KPC) sejak 2022. Mereka menuntut akses terhadap dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), serta Rencana Induk Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM).

Namun permintaan itu sempat ditolak dengan alasan dokumen termasuk kategori dikecualikan. Setelah melalui proses panjang di Komisi Informasi Pusat (KIP), akhirnya diputuskan dokumen RKAB dan PPM KPC bersifat terbuka (April 2025), disusul putusan 30 Juli 2025 yang memenangkan warga untuk mengakses dokumen AMDAL.

Baca juga  Pemprov Kaltim Dorong Transformasi MMP dan Jamkrida Jadi Perseroda

Alih-alih menjalankan putusan, ESDM justru menempuh jalur gugatan balik ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Langkah ini dianggap mencederai semangat keterbukaan informasi sekaligus melemahkan demokrasi.“Ini bukan sekadar soal memperoleh data teknis perusahaan. Dari dokumen itu kita bisa melihat komitmen perusahaan terhadap lingkungan, masa depan rakyat Kutai Timur, hingga hak masyarakat untuk hidup sehat. Gugatan balik ESDM adalah tamparan keras bagi demokrasi,” tegas Erwin dari FRK.

Sementara Junaidi menilai, sengketa ini menjadi ujian serius bagi implementasi UU KIP. “Kalau negara saja takut membuka dokumen lingkungan, bagaimana rakyat bisa percaya pada tata kelola pertambangan?” katanya.

Baca juga  Laporan Perusahaan Belum Valid, Sulit Maksimalkan Pajak Alat Berat

Fakta di lapangan semakin menegaskan lemahnya transparansi sektor tambang. Data Resource Governance Index (RGI) 2017 hanya memberi skor 65/100 untuk keterbukaan Indonesia, sementara validasi Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) 2024 menempatkan Indonesia dengan skor 67, kategori “cukup rendah.”

Sektor pertambangan memang menyumbang besar bagi perekonomian nasional. Namun tanpa keterbukaan informasi yang sejati, publik hanya akan melihat satu wajah: transparansi semu yang menutup hak warga atas lingkungan dan masa depan mereka sendiri. (csv)

Bagikan